Batu Bara, Perisainusantara.com
Tiba-tiba hari ini saya teringat, Tulisan opini saya 7 Februari 2020 di sebuah media online kenamaan di Kab. Batubara www.jangkau.com yang berjudul "Kawasan Industri Kuala Tanjung, Selera Penguasa atau Rencana Masa Ke Masa", dengan bubuhan pembuka Alineanya : Oleh karena itu, kita akan menunggu sampai di mana sebuah hasrat akan sampai. Apakah mencapai tujuannya atau layu sebelum berkembang?
Tepat ketika itu, Virus Covid-19 baru mulai menyeruak, dan akhirnya opini lebih 2 tahun lalu itu hingga kini belum jua terealisasi. Bahkan hasil konfirmasi saya dengan pejabat BPN setempat dan Manajemen PT. Prima Pengembangan Kawasan sebagai authorized management / pengelola kawasan industri Kuala Tanjung bahkan tersirat kalimat dan nada pesimistis. Bahkan ada celotehan warga, bahwa sampai perusahaan pengelola berganti namapun, realisasi belum juga ada.
Saya tidak sedang menghakimi korporasi apalagi menggurui jajaran direksinya dalam bertindak, kompetensi saya tidak sejauh itu. Hanya saja, sebagai penulis dan pengamat yang kegiatannya mengamati lalu menulis, saya mendapati satu situasi kondisi yang saya istilahkan "terkunci". Ini terbukti, Tulisan saya di media yang sama berjudul "Kuala Tanjung Bersiap, ini sudah tahap pelaksanaan loh" tertanggal 4 Maret 2020 sampai tulisan ini terbit, ternyata tak terlaksana jua. Padahal ketika itu tengah gencar-gencarnya aktivitas administratif dan sosialisasi dan konsultasi publik oleh satgas pembebasan lahan untuk kepentingan umum dalam hal ini Pemerintah untuk pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung.
Perkataan "terkunci" didepan, dapat saya jabarkan sebagai suatu kondisi dan situasi dimana Pemerintah telah memulai dan melaksanakan tahapan demi tahapan yang diamanahkan oleh UU No.12 tahun 2012 tentang pengadaan tanah untuk kepentingan umum antara lain tahapan : 1. Perencanaan, 2. Persiapan, 3. Pelaksanaan, dan 4. Penyerahan hasil. Berdasarkan UU dimaksud, proses yang dijalani sampai saat ini, telah menyelesaikan tahapan pelaksanaan sosialisasi bentuk ganti rugi, survey bidang tanah, penetapan daftar nominatif dan lain-lain, seyogyanya hanya tinggal melakukan pembayaran kepada pemilik objek lahan yang masuk kedalam daftar nominatif, untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak yang membutuhkan lahan untuk kepentingan umum dalam hal ini Pelindo Group.
Alasan Covid-19 dan kelambatan ekonomi menjadi sebab mutlak yang diajukan pemerintah dan korporasi dibawahnya sebagai satu kendala dalam eksekusi mega proyek Kawasan Industri Kuala Tanjung yang didahului dengan proyek pembangunan Hub Internasional Kuala Tanjung Multi Terminal.
Terkunci adalah istilah yang mengidentifikasi suatu penetapan hukum dan undang-undang kepada pemilik lahan yang tanahnya masuk kedalam objek pembebasan. Isu-isu penolakan tak lagi terdengar hari ini, malahan warga menjeritkan permohonan untuk segera dibayarkan, namun tak ada satu pihak sebelah negara baik itu Pemerintah diwakili kementerian BUMN, Pelindo, PPK, BPN bahkan pemerintah provinsi dan pemerintah Kab. Batu Bara Yang sedari awal memberikan dukungan penuh atas proyek ini. Warga menjadi hilang arah ditengah ketidak pastian nasib hukum objek tanah milik mereka sebab di tengah himpitan hidup yang semakin berat do saat resesi ini, menjual aset adalah solusi terlogis bagi warga dalam penyelesaian masalah hidup hari ini.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 19/2021 tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang telah terbit, sebagai turunan Undang-undang Cipta Kerja bahwa jangka waktu berlakunya penlok diberikan selama 3 tahun dan dapat diperpanjang tanpa memulai proses dari awal.
Inilah yang menjadi acuan pelarangan penjualan objek yang masuk kedalam penetapan lokasi baik secara formal legal ataupun bawah tangan. Kondisi inilah yang disebut terkunci. Warga berdampak tak memiliki alternatif solusi atas keadaan ekonomi yang semakin memburuk dan tidak adanya sinyal kuat pelaksanaan eksekusi pembayaran pembebasan lahan.
Dimanakah negara diantara warganya yang terkunci? Ingatlah hak-hak dasar warga negara ini, jangan selera saja yang diperturutkan, ketika dulu muncul hasrat, seketika regulasi dibuat, membelenggu warga dengan aturan dan hukum, namun disaat warga menjerit, yang terdengar adalah sebuah penolakan dan pembangkangan ditelinga penguasa.
Ditulis oleh Danil Fahmi, SH.
Gambar: Danil Fahmi, SH. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar