Perisainusantara.com
Oleh: Irwansyah Nasution
Berharap Anies menyerah dengan janji politik di pilkada DKI 2017 publik mempertanyakan motif hutang yang dibeberkan sebagai senjata untuk merusak citra Anies, berhasilkah?
Pertanyaan ini tentu yang bisa menjawabnya para pihak pihak yang terlibat dalam perjanjian itu. Seperti yang didapat dari berbagai pemberitaan bahwa Erwin Aksa wakil ketua umum Golkar bidang penggalangan strategis melemparkan pernyataan ke publik bahwa Anies berhutang kepada Sandiaga Uno sebesar 50 milyar di kanal YouTube Akbar Faisal uncensored dan rangkaian berita itu melebar ke berbagai pihak terkait diantaranya Sandiaga Uno dan Nudirman Said sebagai juru bicara Anies memberikan penjelasan dari versi masing-masing pihak namun mengapa soal hutang itu dilemparkan ke publik padahal itu urusan private kok dikaitkan dengan urusan politik?
Erwin Aksa sangat tidak etis mengungkapkannya ke publik dia sendiri tidak punya kapasitas dalam persoalan itu secara langsung karena dia tidak termasuk pihak perdata dalam soal hutang antara Anies dan Sandiaga Uno jika pun dia menyaksikan apakah dia diperintahkan Sandi untuk mengucapkan ke publik jikapun benar Sandiaga tidak seharusnya menempatkannya soal hutang itu. Menjadi bola liar ke publik yang terkesan menyudutkan Anies selaku pihak yang sekarang ini menjadi salah satu calon presiden apalagi mereka seharusnya menyadari tentang etika politik atau malah mereka sudah tidak perlu menghiraukan soal etika itu.
Jika di runut proses perjanjian berdasarkan keterangan berbagai pihak ini nampaknya. Bukan soal perdata murni namun lebih kearah perjanjian politik, bedanya antara kedua nya ada konsekuensi dalam soal hutang itu karena menurut keterangan Sudirman Said menjelaskan membenarkan keterangan itu Bahwa Anies berhutang pada Sandiaga di pilkada 2017 sebesar 50 milyar dimana Sandiaga adalah pasangan calon Anies sebagai gubernur DKI Jakarta pada putaran pertama yang diberikan Sandiaga dengan perjanjian dan kesepakatan jika menang hutang itu tidak berlaku lagi karena kegunaan uang tersebut menyangkut kepentingan bersama dalam pilkada dan pakta nya mereka menang jadi semua impas seperti keterangan Sudirman menanggapi pertanyaan wartawan.
Adapun Sandi memberikan keterangan terkesan tidak tegas walau dia mengakui bahwa ada perjanjian itu dan semuanya tertulis namun tidak ada penegasan status uang itu apakah hutang secara murni Anies yang tidak terkait kepentingan pilkada atau sebaliknya hutang itu di berikan menyangkut kepentingan pilkada yang mereka berdua bagian yang tidak. bisa dipisahkan dalam komitmen hutang untuk pembiayaan politik mereka. Jadi kenapa ditagih lewat publik sepertinya mereka tidak yakin dengan ucapannya efektif lewat pendekatan private karena sudah jelas posisi hutang tersebut hutang dalam kepentingan politik bersama.
Anies dan Sandi sudah saling mengerti konsekuensi dalam perjanjian tertulis itu ada win win solusi karena meraka orang cerdas. jadi justru publik menilai ada motif jahat yang mungkin diedarkan untuk Anies sungguh keterlaluan.
Memang belakangan ini cukup berat resiko menjadi seorang Anies Ia menjadi incaran oleh lawan lawan politiknya. Bisa di bayangkan bagaimana sulitnya Anies memikul beban dan tekanan politik yang menderanya padahal kita tahu Ia sendiripun tidak ada minat mencalonkan dan menyodorkan diri namun kehendak sejarah memutuskan bahwa Ia memang ditakdirkan menjadi pemimpin DKI tanpa ambisi menyodorkan diri, Ia sosok sederhana intelektual yang bersahaja dari glamour dan kemegahan ,bagi Anies hidup adalah pengabdian jika di beri amanah Ia akan laksanakan karena bagian komitmen nya terhadap bangsa dan negara seperti yang sering disampaikannya dalam berbagai kesempatan.
Dengan peristiwa ini publik sekarang dapat menilai dibalik pertarungan politik ada tersimpan kemunafikan saling memfitnah dan menjegal karena politik tidak di bungkus dengan moral dan etika apalagi menyangkut kepentingan besar seperti meraih kursi kepresidenan puncak karir politik tertinggi dalam dunia politik Indonesia, padahal jika disadari. banyak air mata yang akan ditumpahkan kala sendirian dimalam sunyi dan itu hanya ada pada sosok yang berintegritas bukan pada politikus yang haus jabatan.
Penulis pengamat sosial politik dan kebijakan Publik LKPI. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar