-->

Kawasan Industri Kuala Tanjung cuma mimpi di siang bolong, Tahapan pembebasan lahan semrawut, Hak warga tempatan carut marut

Batu Bara, Perisainusantara.com

Pelabuhan Kuala Tanjung atau yang lebih dikenal dengan nama Multi Purpose Terminal telah beroperasi Desember 2018 dibawah payung PT. Prima Multi Terminal (PMT). Proyek mercusuar ini dikunjungi oleh Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi yang didampingi oleh Menteri Maritim Luhut Panjaitan pada Maret 2019. 

Proyek yang masuk dalam Proyek Strategis Nasional (PSN) dikawal langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dengan menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan  Pengoperasian Pelabuhan Dan Kawasan Industri Kuala Tanjung Di Provinsi Sumatera Utara. 

Selanjutnya koordinasi lintas Kementerian dengan penunjuk kepada Pelindo Group, melaksanakan pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung dibawah manajerial PT. Prima Pengembangan Kawasan (PPK) yang juga bersinergi dengan PT. KAI dan Kawasan Ekonomi Khusus Sei. Mangkei. 

Embel-embel Hub Internasional dan kawasan Industri yang disematkan kepada kawasan pelabuhan Kuala Tanjung, menjadi ironi dan hanya angin segar bagi warga sekitar yang berharap adanya perubahan besar perekonomian warga Kuala Tanjung dan Kab. Batu Bara seumumnya. 

Untuk memenuhi persyaratan pembentukan kawasan industri, sesuai amanah PP No. 142 tahun 2015, Kawasan Industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dibangun dengan luas lahan paling sedikit 50 (lima puluh) hektar dalam satu hamparan, maka PPK mulai melakukan tahapan pembebasan lahan dengan rujukan Undang-undang (UU) No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum mulai dari Lahan perencanaan sampai dengan tahapan penyerahan. 

PPK dengan bekingan pembiayaan dari perusahaan induk Pelindo Group, pada 18 Februari 2020 telah merampungkan penetapan lokasi (penlok) bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan satuan tugas (satgas) yang diwakilkan oleh Bupati Kab. Batu Bara sebagai delegasi Gubernur untuk menanda tangani penlok. 

Keseriusan dan peran Bupati Batu Bara, Zahir, didalam proses pembebasan lahan ini, sebelumnya sudah turun bersosialisasi ke warga dan melalui Sekretariat telah menyurati kepada warga pemilik objek bidang yang masuk kedalam penlok agar segera memenuhi persyaratan administrasi proses ganti rugi lahan. 

Berdasarkan temuan faktual di lapangan, bahwa penetapan lokasi tidak didasarkan kepada berita acara musyawarah persetujuan warga atas pembebasan lahan, dimana berita acara yang ditanda tangani warga dipenuhi setelah penlok di lakukan, demikian disampaikan oleh warga yang tidak ingin disebutkan namanya. 

Warga sempat bersurat kepada Pelindo pada 3 Maret 2020 untuk meminta proses musyawarah. Alih-alih, 18-22 Maret 2020 beredar daftar nominantif yang dimintakan kepada warga untuk disetujui dan ditanda tangani. Yang lebih mengherankan, tak lama setelah itu muncul di masyarakat daftar nominantif yang disinyalir dari Kantor Jasa Penilaian Publik (KJPP) yang tidak berkop surat, tidak bertanggal dan tidak ditangani. 

Pasca beredarnya daftar nominantif itu bermunculan berbagai persoalan diantaranya adalah Covid 19 yang mendera Indonesia. Sehingga dengan dalih wabah, warga Kuala Tanjung selama 2 tahun harus menunggu ketidak jelasan pembebasan lahan. 

Rizal, kuasa juru bicara warga pembebasan lahan menyampaikan bahwa "warga sudah sangat dirugikan karena ketidak jelasan proses pembebasan lahan ini". Kerugian lainnya yg dialami warga akibat penlok adalah kawasan yang sudah masuk kedalam penlok tidak bisa diagunkan ke bank, surat hak milik tidak bisa ditingkatkan statusnya dan tidak bisa melakukan jual beli karena ketidak jelasan dan keterikatan status hukum atas tanah. 

Diatas proses tahapan yang carut marut, barulah Kamis, 1 Desember 2022 Pelindo melalui PPK melakukan pembayaran ganti kerugian atas 40 bidang di Kantor PMT Kuala Tanjung, untuk memenuhi 50 Ha lahan kawasan industri yang dipersyaratkan. 

Dalam proses ganti rugi itu, dari pantauan media, sangat jauh dari harapan, mengingat di daerah Kuala Tanjung ini sudah berulang kali mendapatkan pembebasan lahan seperti pembebasan lahan untuk jalur rel kereta api, pembebasan lahan untuk pelabuhan Kuala Tanjung dan pembebasan lahan untuk tol. Sehingga dengan nilai ganti kerugian yang diberikan kepada warga tidak mendapatkan nilai tambah atas pembelian lahan, alih-alih warga harus kesulitan mencari lahan atau membangun rumah atau usaha pengganti didaerah yang sama akibat tinggi nilai ekonomi lahan di wilayah Kuala Tanjung. 

Persolan berlanjut, di kalamana warga diundang pada 25 Februari 2023 dalam satu modus musyawarah yang nyatanya adalah penyampaian pembayaran pembebasan lahan melalui skema konsinyasi pada PN Kisaran. Warga sangat kecewa karena selama rentang waktu 3 tahun lebih, pembebasan lahan dipaksakan PPK dengan konsinyasi. Kekecewaan dan penderitaan warga berlanjut dengan dilakukannya eksekusi pembebasan lahan oleh PN Kisaran pada 12 Desember 2023. Warga yang sudah pasrah, akhirnya dapat menunda eksekusi sampai dengan 19 Desember 2023. 

Kini, warga Kuala Tanjung hanya bisa berpasrah diri menunggu bantuan dari berbagai pihak untuk menjembatani kekisruhan yang terjadi dengan harapan tujuan pembangunan Kawasan Industri Kuala Tanjung dan pelabuhan hub internasional tidak  hanya cuma menjadi mimpi di siang bolong dan warga hanya penanggung impian semu program pemerintah.

Penulis: Bang Deef

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Label

Budaya (16) ekonomi (3) Kesehatan (13) Organisasi (241) Pemerintahan (110) Pendidikan (146) politik (140) Polri/TNI (6) sosial (107) Sumatera Utara (29)

Arsip Blog

Strategi Inalum Perluas Pangsa Pasar Aluminium Global

 


Mengenal Tiga Jenis Produk Aluminium dari INALUM

 


Tentang Inalum