PT. Medan Canning Paksa Kerja Karyawannya Melebihi Kemampuan
MEDAN - Perisainusantara.com
Puluhan pekerja PT. Medan Canning, yang berlokasi di Kawasan Industri Medan (KIM 1), Kecamatan Medan Deli, Kota Medan, Sumatra Utara, mengaku dipaksa bekerja dalam kondisi yang sangat tidak manusiawi.
Para pekerja, yang mayoritas perempuan, merasa diperlakukan seperti di masa penjajahan, dengan beban kerja yang begitu berat hingga menyebabkan beberapa dari mereka pingsan. Hal ini terungkap dalam investigasi media yang dilakukan pada 9 Oktober 2024.
Menurut informasi dari para pekerja, situasi ini bermula dari rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh perusahaan. Namun, bukannya mengikuti prosedur yang adil, PT. Medan Canning diduga menggunakan taktik intimidasi dengan memberi pekerjaan yang tidak sebanding dengan kapasitas fisik para karyawan.
Tugas yang biasanya dikerjakan oleh lima orang kini harus ditanggung oleh satu pekerja saja, sehingga banyak dari mereka yang kelelahan.
Salah satu pekerja yang menjadi korban, Sulastri (42), menceritakan pengalamannya. "Saya disuruh mengerjakan pekerjaan berat yang seharusnya dilakukan bergantian selama satu jam.
Tapi saya dipaksa mengerjakannya selama dua jam tanpa henti. Akibatnya, saya jatuh pingsan karena kelelahan," ungkapnya dengan nada lirih. Sulastri juga mengaku bahwa dirinya termasuk dalam daftar karyawan yang akan di-PHK, bersama sekitar 100 karyawan lainnya yang diperlakukan serupa.
Menurut Sulastri, General Manager (GM) PT. Medan Canning, yang dikenal dengan nama Yendi, serta ketua SPSI, memberikan pilihan kepada para pekerja yang merasa tidak sanggup untuk mengundurkan diri.
"Kalau kalian tidak kuat, silakan mundur, dan kami hanya bisa memberikan uang pesangon seadanya," ujar Sulastri menirukan pernyataan pihak manajemen. Para pekerja merasa tertekan dan dipaksa untuk menyerah, tanpa mendapatkan hak mereka yang sesuai dengan undang-undang ketenagakerjaan.
Sejak kabar ini terungkap melalui tiga media lokal, pihak PT. Medan Canning sulit dihubungi. Upaya konfirmasi dari pihak media terhambat karena perusahaan memblokir akses komunikasi.
Hingga berita ini ditayangkan, tidak ada pernyataan resmi atau bantahan dari perusahaan, yang kini dituduh melanggar hak asasi manusia dan undang-undang ketenagakerjaan.
Kejadian ini menimbulkan keprihatinan mendalam, terutama terkait peran manajemen dan serikat pekerja yang seharusnya melindungi hak-hak buruh, bukan sebaliknya.
(boim)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar