Kontroversi Pemecatan Guru Honorer SDN 30 Pasar Lapan, Kepsek Ungkap Kronologinya
BATU BARA - Perisainusantara.com
Pemecatan Eviriani Siregar, seorang guru honorer Pendidikan Agama Islam di UPT SDN 30 Desa Pasar Lapan, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara, baru-baru ini menjadi perbincangan hangat di berbagai media online dan media sosial.
Meski demikian, pihak sekolah yang disebut-sebut dalam pemberitaan tersebut mengaku belum pernah dihubungi untuk memberikan klarifikasi.
Kepala Sekolah SDN 30 Pasar Lapan, Sugiatik, S.Pd., membantah telah dikonfirmasi terkait pemberitaan yang menyudutkannya. Selasa (12/11/2024)
Ia menilai pemberitaan tersebut sepihak dan mencemarkan nama baiknya. "Saya merasa dirugikan karena tidak diberi kesempatan untuk menjelaskan duduk perkaranya," ujar Sugiatik, Selasa (12/11/2024).
Awal Mula Persoalan: Kebijakan Baru Soal Honor Guru Sertifikasi
Permasalahan bermula saat adanya aturan baru pada rapat anggaran Dana BOS awal tahun 2024.
Bendahara BOS, Sukma Wahyuni, menjelaskan bahwa guru honorer yang sudah menerima sertifikasi tidak lagi diperbolehkan mendapatkan honor dari Dana BOS.
Informasi ini disampaikan kepada Eviriani karena ia telah menerima dana sertifikasi. Namun, Evi bersikeras bahwa sebelumnya hal tersebut diperbolehkan.
"Awalnya, Evi menyatakan belum menerima dana sertifikasinya. Untuk itu, sekolah tetap memberinya honor dari Dana BOS dengan kesepakatan, jika sertifikasi sudah cair, ia akan mengembalikannya," jelas Sukma Wahyuni.
Ketidakjelasan Pencairan Sertifikasi
Masalah semakin memanas ketika pada September 2024 diketahui dana sertifikasi guru agama di Kementerian Agama sudah cair.
Namun, Eviriani mengklaim bahwa dana yang diterimanya baru mencakup bulan Juli dan Agustus, sementara periode Januari hingga Juni belum diterima.
Kepala sekolah kemudian meminta Evi untuk menunjukkan bukti rekening koran sebagai klarifikasi, tetapi Evi menolak dengan alasan privasi.
Meskipun sudah tiga kali dipanggil, Evi tetap tidak menunjukkan bukti tersebut. Kepala Sekolah Sugiatik akhirnya memberikan ultimatum:
Evi harus mengakui penerimaan dana sertifikasi dalam waktu 1x24 jam atau akan dikeluarkan dari Data Pokok Pendidikan (Dapodik).
Namun, hingga batas waktu yang ditentukan, Evi tidak juga memberikan pengakuan. Hal ini membuat pihak sekolah memutuskan untuk mengeluarkannya dari Dapodik pada 24 Oktober 2024.
Permintaan Surat Pemecatan oleh Eviriani
Setelah mengetahui dirinya dikeluarkan dari Dapodik, Eviriani mendatangi kepala sekolah untuk memohon agar namanya dikembalikan ke dalam data tersebut.
Namun, Sugiatik meminta agar Evi menenangkan diri terlebih dahulu. Beberapa hari kemudian, Evi justru meminta surat pemecatan dengan alasan diperlukan oleh pihak Kementerian Agama.
“Saya sudah sarankan Evi untuk membuat surat pengunduran diri, tetapi dia tetap meminta surat pemberhentian yang katanya diminta oleh Kemenag,” jelas Sugiatik.
Hingga berita ini ditulis, Eviriani belum juga memberikan klarifikasi terkait waktu pencairan dana sertifikasi yang menjadi pokok masalah.
Kasus ini menjadi pelajaran penting tentang pentingnya keterbukaan komunikasi antara pihak sekolah dan guru honorer, terutama dalam menangani masalah administrasi keuangan yang sensitif.
(wellas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar