-->
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi0EAIKwCOewMUoWNW47WuQuK72ih6QOPHJMRnpU7DCntRrpBQYD0o5Au6P11bCxnpJNDyOsxBp3IdFHzFFSPAhWzvyrKdEvmE6apWlbXqIYFWABnyl7NEMlrMlUwM4NCgpGmaNl5NRvf2UlfxXkv1HMk7-eaoiksbqMkaflEi0HsdjsFR5l1RhIhyphenhyphenOdiE/s16000/05e2cdf2-5f47-4771-880d-c7f1667e3450.jpeg

Kepala Dinsos PPPA Batu Bara Dinilai Tidak Optimal, Terjemahkan Semangat Bupati, Percepatan UHC Dipertanyakan

Kepala Dinsos PPPA Batu Bara Dinilai Tidak Optimal, Terjemahkan Semangat Bupati, Percepatan UHC Dipertanyakan





Batu Bara - Perisainusantara.com 

Pemerintah Kabupaten Batu Bara di bawah kepemimpinan Bupati Baharuddin Siagian berkomitmen penuh dalam menghadirkan jaminan kesehatan bagi seluruh warganya melalui program Universal Health Coverage (UHC). 

Program ini bertujuan memastikan bahwa seluruh masyarakat Batu Bara memiliki akses layanan kesehatan yang adil dan berkualitas, sesuai dengan janji kampanye Bupati. Namun, implementasinya justru menuai kritik karena dinilai kurang optimal.

Dalam Rapat Paripurna DPRD Batu Bara pada 3 Maret 2025, Bupati secara tegas menginstruksikan agar percepatan UHC segera direalisasikan. Merespons hal itu, 

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) mengeluarkan Surat Edaran No. 460/643/DSPPPA/III/2025, yang mengamanatkan pemerintah desa untuk mendata calon peserta BPJS. Data yang dikumpulkan meliputi warga yang terdaftar dalam DTKS tetapi non-PBI, peserta BPJS nonaktif, serta masyarakat yang belum memiliki jaminan kesehatan.

Namun, kebijakan ini justru dinilai terburu-buru dan berpotensi tidak maksimal. Anggota DPRD Batu Bara, Heri Suhandani, SE, S.H., mengungkapkan bahwa pendataan dalam waktu kurang dari lima hari kerja tidaklah efektif. 

"Kami sangat mendukung percepatan UHC sebagai bagian dari visi Bupati, tapi proses pendataan yang serba cepat ini bisa berdampak pada tidak terakomodirnya masyarakat yang benar-benar membutuhkan," ujarnya dalam pertemuan dengan media dan penggiat sosial Batu Bara.

Senada dengan itu, Danil Fahmi, S.H seorang pengamat kebijakan publik, menyoroti ketidakefisienan sistem pendataan yang diserahkan kepada pemerintah desa. 

Menurutnya, metode yang digunakan kurang akurat karena validitas data di tingkat desa masih diragukan.

"Seharusnya pendataan dilakukan berbasis big data kepesertaan BPJS yang dikorelasikan dengan data kependudukan. Dari sana, baru dilakukan pemetaan lebih lanjut agar datanya lebih valid," jelasnya, Danil Fahmi.

Selain itu, Danil juga mengkritisi kesiapan anggaran daerah. "Dengan kondisi keuangan yang ketat, perlu perhitungan matang terkait alokasi dana premi bagi peserta UHC. Tanpa perencanaan yang jelas, program ini bisa jadi tidak realistis," tambahnya.

Sebagai solusi, pemerintah desa diharapkan dapat mengolah data yang diterima berdasarkan kelompok sosial yang paling rentan, sehingga anggaran dapat digunakan secara efisien tanpa menimbulkan tumpang tindih data. 

Dengan sistem pendataan yang lebih tertata, visi Bupati Batu Bara dalam menghadirkan layanan kesehatan inklusif bisa lebih mudah diwujudkan.

Namun, pertanyaannya kini, apakah Kepala Dinsos PPPA mampu menerjemahkan semangat Bupati secara maksimal? Ataukah program ini akan berjalan dengan berbagai keterbatasan? Masyarakat Batu Bara tentu berharap UHC bukan sekadar janji, melainkan menjadi solusi nyata bagi akses kesehatan yang lebih baik, pungkasnya Danil Fahmi, S.H mengakhiri.

(wellas)


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Artikel

Label

Budaya (16) Kesehatan (14) Organisasi (271) Pemerintahan (128) Pendidikan (151) Polri/TNI (6) Sumatera Utara (29) ekonomi (3) politik (151) sosial (107)

Arsip Blog

FOUNDER’S MEDIA SIBER BATU BARA



 


Strategi Inalum Perluas Pangsa Pasar Aluminium Global

 


Mengenal Tiga Jenis Produk Aluminium dari INALUM

 


Tentang Inalum