Batu Bara – Di Balik Gemerlap UHC, Yulia Khairia Justru Terlupakan
BATU BARA - Perisainusantara.com
Di saat pemerintah menggaungkan keberhasilan program Universal Health Coverage (UHC) sebagai jaminan layanan kesehatan gratis bagi seluruh rakyat, kisah memilukan datang dari pelosok Desa Suka Raja, Kecamatan Air Putih, Kabupaten Batu Bara.
Yulia Khairia, bocah perempuan berusia lima tahun, justru menjadi potret suram dari sistem yang belum sepenuhnya berpihak pada masyarakat kecil. Sudah hampir setahun ia mengalami kelumpuhan setelah tiba-tiba terjatuh di usia empat tahun. Kini ia hanya bisa terbaring lemah, bergantung pada susu dan selang NGT yang semakin sulit didapatkan karena kondisi ekonomi orang tuanya yang terbatas.
“Kami sudah sempat membawa Yulia ke RSUD Batu Bara, bahkan dirujuk ke RS Adam Malik. Tapi setelah sembilan hari dirawat, kami dipulangkan tanpa kejelasan. Sejak itu, semua perawatan kami lakukan sendiri di rumah,” ujar sang ayah, Ahmad Qulbi, menahan haru.
Situasi ini menyayat nurani. Di tengah janji-janji manis pemerintah soal jaminan kesehatan, ada anak bangsa yang seolah luput dari perhatian. Padahal, Pasal 8 Undang-Undang Perlindungan Anak jelas menegaskan bahwa setiap anak berhak atas layanan kesehatan yang layak sesuai kebutuhannya.
Kondisi memprihatinkan ini pun mengetuk hati Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Kabupaten Batu Bara. Pada Minggu (20/4/2025), Ketua KPAD Helmi Syam Damanik, SH, MH, CRA, bersama tim, datang langsung ke rumah Yulia. Mereka disambut duka dalam diam, menyaksikan kenyataan yang tak tersampaikan lewat angka dan grafik.
“Ini bukan hanya soal belas kasih. Ini tentang hak anak, tentang tanggung jawab negara yang diamanatkan undang-undang. Di usia lima tahun, Yulia seharusnya berlari dan tertawa, bukan berjuang melawan sakit di atas ranjang,” tegas Helmi.
Dalam kunjungan itu, KPAD memberikan bantuan sembako berupa beras, susu, telur, dan roti. Bantuan tersebut memang tak banyak, tapi menjadi bentuk empati nyata atas derita yang selama ini tak terdengar.
Dokter Etrina Melinda, M.Biomed, yang turut hadir, menambahkan bahwa perlindungan terhadap anak disabilitas bukan sekadar moral, tapi kewajiban konstitusional. “Pasal 59 UU Perlindungan Anak dengan jelas mewajibkan negara dan pemerintah daerah untuk hadir dalam kondisi seperti ini.”
Pertanyaannya, di manakah UHC yang katanya menjangkau semua warga? Apakah hanya sekadar baliho besar dan rapat-rapat resmi yang jauh dari kenyataan di lapangan?
Jika seorang anak seperti Yulia, yang hanya butuh susu dan perawatan dasar, tak mampu dijangkau sistem, maka klaim “kesehatan untuk semua” patut dipertanyakan ulang. Ini bukan soal satu kasus, tapi cermin dari banyak suara yang mungkin tak sempat terdengar.
Yulia Khairia adalah pengingat. Bahwa di balik narasi besar pemerintah, masih ada anak-anak yang hak dasarnya diabaikan. Dan bila suara rakyat mulai menggugat, itu bukan pembangkangan—itu panggilan untuk keadilan.
(wellas)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar